Jalur Laut, Alasan Perdana Israel Duduki Gaza
OCEANIA.ID -- Bukan rahasia, penindasan Israel atas warga Jalur Gaza bukan bermula pada 7 Oktober 2023 lalu. Serangan para pejuang Palestina pada saat itu, yang kemudian dibalas dengan brutal oleh Israel, adalah ujung dari puluhan tahun penjajahan dan pengepungan Israel atas wilayah strategis di tepian selatan Laut Mediterania tersebut.
Sejarah kontroversial Israel di wilayah Palestina mencakup hampir empat dekade pendudukan – dari tahun 1967 hingga pelepasan diri pada tahun 2005 – dan blokade sejak tahun 2007, tahun saat kelompok Hamas merebut wilayah tersebut.
Namun, Israel tercatat pertama kalinya menduduki Gaza pada 3 November 1956 ketika gubernur militer Mesir menyerah. Hal itu menandai dimulainya pendudukan selama empat bulan selama krisis Suez.
Dilansir France24, periode tersebut telah surut menjadi fase penting dalam konflik Israel-Palestina, yang digantikan oleh pendudukan setelah Perang Enam Hari pada 1967.
Israel mengatakan tujuan invasi Gaza tahun 1956 termasuk memastikan jalur bebas melalui Selat Tiran dan "mengurangi serangan fedayeen (gerilyawan)" dari Jalur Gaza.
Menurut sejarawan Universitas Tel Aviv Eyal Zisser, sebelum invasi Gaza kala itu, Israel telah menetapkan bahwa keadaan di Jalur Gaza berisiko "mengganggu stabilitas" Israel, menyusul kerusuhan perbatasan sebelumnya dan ancaman pasukan Mesir yang berkumpul di daerah kantong tersebut.
“Dari sudut pandang Israel, ini adalah situasi yang tidak dapat diterima,” kata Zisser, seraya menambahkan bahwa krisis Suez menciptakan “peluang” untuk bertindak.
Pada 26 Juli 1956, presiden Mesir saat itu Gamal Abdel Nasser menasionalisasi Terusan Suez. Khawatir jalur air tersebut akan terputus, Inggris, Perancis dan Israel berkolusi untuk menyerang Mesir, dan Israel menguasai Gaza dan Semenanjung Sinai. Mereka menarik diri dari wilayah tersebut pada bulan Maret 1957 di bawah tekanan AS.
Sebelum serangan brutal Israel belakangan, ada sebuah pasar yang ramai sempat mengelilingi Kastil Barquq di Khan Younis yang berusia berabad-abad. Pada 1956, Bassam Barbakh (73 tahun) mengenang pembantaian oleh Israel di wilayah itu. Di luar tembok, Barbakh menunjuk ke daerah-daerah di mana menurutnya puluhan mayat ditinggalkan oleh pasukan Israel.
“Saya bersumpah ketika saya masih kecil bahwa jika saya hidup seribu tahun saya tidak akan bisa melupakan apa yang terjadi,” kata pria itu dilansir France24 pada 2021 lalu. Dia menunjukkan foto dua saudara laki-lakinya yang menurutnya dibunuh dalam kerusuhan yang "mengerikan dan menakutkan".
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mencatat dalam laporannya pada Desember 1956 bahwa "sejumlah besar warga sipil terbunuh" di Khan Younis pada 3 November, namun ada "konflik dalam penjelasan mengenai penyebab jatuhnya korban".
Asal mula pendudukan Gaza itu, sebagai aksi menekan Mesir agar membuka Terusan Suez, juga jadi alasan kecurigaan bahwa upaya pembersihan etnis oleh Israel di Gaza kali ini juga punya tujuan serupa, yakni mengamankan jalur laut mereka.
Tak ingin tergantung dengan Terusan Suez, Israel sejak 1960-an telah merancang yang namanya Terusan Ben Gurion, merujuk pada perdana menteri Israel pertama sekaligus dalang pembersihan etnis Arab Palestina pada 1948.
Proyek Terusan Ben Gurion merupakan usulan Israel untuk menghubungkan Laut Merah dengan Laut Mediterania melalui ujung selatan Teluk Aqaba. Rute tersebut direncanakan melalui kota pelabuhan Eilat dan perbatasan Yordania, melalui Lembah Arabah sejauh sekitar 100 kilometer antara Pegunungan Negev (Naqab) dan Dataran Tinggi Yordania dan berbelok ke barat sebelum cekungan Laut Mati, melewati sebuah lembah di wilayah tersebut. Kapal kemudian kemudian akan menuju ke utara lagi untuk menghindari Jalur Gaza dan terhubung ke Laut Mediterania.
Jika Gaza dikuasai Israel dan penduduknya diusir, proyek itu bisa dipastikan bakal terlaksana. Meski akan menempuh jarak yang lebih jauh dari Terusan Suez, Israel dan sekutu-sekutu Barat mereka akan jauh lebih leluasa memegang kendali terusan tersebut.