Penelitian: Cuaca Laut Tandai Perubahan Iklim
ROCHESTER – Penelitian terbaru menemukan bahwa lautan ternyata memiliki sistem cuaca sendiri nan unik. Lautan memiliki pola cuaca seperti yang dialami di daratan, tetapi dalam skala waktu dan panjang yang berbeda.
Sekelompok ilmuwan internasional juga telah menemukan bukti langsung pertama yang menghubungkan sistem cuaca yang tampaknya acak di lautan dengan iklim dalam skala global. Studi yang dipublikasikan di Science Advances dipimpin oleh Hussein Aluie, Profesor di Departemen Teknik Mesin University of Rochester dan staf ilmuwan di Laboratorium Energetika Laser University of Rochester.
Pola cuaca di daratan bisa berlangsung beberapa hari dan lebarnya sekitar 500 kilometer, sementara pola cuaca samudra seperti pusaran air yang berputar-putar berlangsung selama tiga sampai empat minggu tapi ukurannya sekitar seperlima.
Menurut Aluie, para ilmuwan telah lama berspekulasi bahwa gerakan yang ada di mana-mana dan tampaknya acak di lautan ini berkomunikasi dengan skala iklim. Namun selalu samar-samar karena tidak jelas bagaimana menguraikan sistem yang kompleks ini untuk mengukur interaksi mereka.
"Kami mengembangkan kerangka kerja yang dapat melakukan hal tersebut. Apa yang kami temukan tidak seperti yang diharapkan orang karena membutuhkan mediasi atmosfer,” jelas dia seperti dilansir Scitech Daily, Senin (29/1/2024).
Tujuan kelompok ini adalah untuk memahami bagaimana energi melewati saluran yang berbeda di lautan di seluruh planet ini. Mereka menggunakan metode matematika yang dikembangkan oleh Aluie pada tahun 2019, yang kemudian diimplementasikan ke dalam kode canggih yang memungkinkan peneliti untuk mempelajari transfer energi di berbagai pola yang berbeda.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa sistem cuaca lautan diperkuat dan diperlemah ketika berinteraksi dengan skala iklim dan dalam pola yang mencerminkan sirkulasi atmosfer global. Para peneliti juga menemukan bahwa pita atmosfer di dekat khatulistiwa yang disebut "zona konvergensi intertropis", menghasilkan 30 persen curah hujan global, lalu menyebabkan perpindahan energi yang intens, dan menghasilkan turbulensi lautan.
"Ada banyak ketertarikan tentang bagaimana pemanasan global dan perubahan iklim mempengaruhi kejadian cuaca ekstrem. Biasanya, upaya penelitian semacam itu didasarkan pada analisis statistik yang membutuhkan data yang luas untuk mendapatkan keyakinan dalam ketidakpastian. Kami mengambil pendekatan yang berbeda berdasarkan analisis mekanistik, yang meringankan beberapa persyaratan ini dan memungkinkan kami untuk memahami sebab dan akibat dengan lebih mudah,” kata Aluie.
Tim yang memainkan peran sentral dalam investigasi ini juga mencakup Michele Buzzicotti, seorang ilmuwan peneliti di University of Rome Tor Vergata; Hemant Khatri, seorang rekan peneliti di University of Liverpool, dan Stephen Griffies, seorang ilmuwan senior di Princeton.