Malahayati, Laksamana Perempuan Pertama Nusantara
Dialah laksamana perempuan Aceh pertama, Laksamana Malahayati. Nama aslinya Keumalahayati, seorang pelaut Muslimah yang berjasa mempertahankan Tanah Air dari serangan penjajah.
Ayah dan kakeknya adalah seorang laksamana pemberani nan berjasa bagi Tanah Air. Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah dan kakek dari garis ayahnya bernama Laksamana Muhammad Said Syah.
Laksamana Muhammad Said Syah merupakan putra dari Salahuddin Syah yang memerintah sekitar 1530-1539 M. Ia adalah putra dari Sultan Ibrahim Ali Mighayat Syah, pendiri Kerajaan Aceh Darussalam.
Malahayati terlahir dari keluarga bangsawan yang menguasai ilmu kelautan. Maka tak ayal jika ia menjadi seorang laksamana. Ia tumbuh dan berkembang menjadi seseorang Muslimah yang cinta bahari, tangguh lagi perkasa. Keberanian telah mengakar dalam diri wanita keturunan Kerajaan Aceh Darussalam itu.
Berkibarnya nama besar sebagai seorang laksamana, ia awali dengan mengenyam pendidikan agama di Meunasah (surau), Rangkang (balai pengajian) dan Dayah (zawiyat atau pesantren). Kemudian, ia memperdalam ilmu kelautan dan mengikuti jejak karier ayahnya. Ia mulai dengan menjadi taruna di Akademi Militer Mahad Baitul Makdis.
Setelah lulus dari pendidikannya, ia langsung berkecimpung dalam pemerintahan Kerajaan Aceh. Ia diangkat menjadi protokol istana oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil (1589-1604). Kemudian tanpa berpikir panjang, ia langsung menyeburkan diri dalam perjuangan mempertahankan Selat Malaka dari serangan Portugis.
Berbagai pertempuran sengit berhasil dilaluinya. Salah satunya pada pertempuran yang terjadi di Teluk Haru yang berhasil dimenangkan oleh armada Aceh. Namun, Malahayati harus kehilangan sosok yang dicintainya dalam pertempuran ini. Suaminya yang menjabat Komandan Protokol Istana Darud-Dunia gugur bersama ribuan prajurit lainnya.
Setelah wafatnya sang suami dalam peperangan itu, ia berjanji untuk menuntut balas dan bertekad meneruskan perjuangan suaminya meskipun sendirian. Dalam mencapai tujuannya itu, Laksamana Malahayati meminta Sultan al Mukammil untuk membentuk armada Aceh. Namun siapa sangka, ribuan prajurit itu merupakan para wanita yang ditinggal gugur oleh suaminya dalam Perang Teluk Haru itu.
Permintaan Malahayati pun dikabulkan oleh Sultan dan ditugaskan untuk memimpin dan berperan menjadi laksamana dalam armada Inong Balee. Sejak saat itulah, ia menjadi perempuan pertama Aceh yang berpangkat laksamana di Kesultanan Aceh Darussalam.
Pada awalnya armada yang dipimpinnya itu hanya berkekuatan 1.000 orang. Kemudian diperkuat menjadi 2.000 pasukan. Berbagai persiapan dan strategi dilakukan di Teluk Lamreh Krueng Raya dan dijadikan sebagai pangkalan militernya.
Guna menjaga pangkalannya dari serangan musuh, ia membangan benteng di sekitar teluk itu. Tepatnya, Benteng Inong Balee yang berlokasi di perbukitan. Sebagai seorang laksamana, ia mengkoordinasikan semua pasukannya di laut. Guna mengawasi berbagai pelabuhan-pelabuhan yang berada dalam penguasaan Syah Bandar dan kapal-kapal milik Kesultanan Aceh Darussalam.
Laksamana Malahayati pun pernah terlibat dalam pertempuran melawan pasukan kolonialisme Belanda pimpinan Cornelis de Houtman. Pasukan itu menghadapi kontak senjata dengan pasukan Kesultanan Aceh Darussalam pada 21 Juni 1599. Meskipun, kedatangan awal mereka adalah hubungan perdagangan.
Namun, seiring waktu berjalan, Sultan al-Mukammil merasa tidak senang dengan kehadiran Houtman. Diduga ketidaksenangan itu berasal dari hasutan orang Portugis yang bekerja sebagai penerjemahnya. Kemudian, tanpa waktu yang lama, al-Mukammil memerintahkan pasukan Malahayati untuk menyerang orang-orang Belanda yang masih ada di kapal-kapalnya.
Alhasil, Cornelis de Houtman dan beberapa anak buahnya terbunuh, sedangkan Frederick de Houtman tertangkap dan dimasukkan ke dalam penjara selama dua tahun. Dikabarkan, Cornelis de Houtman adalah orang Belanda pertama yang menginjakkan kaki di tanah nusantara dan tewas di tangan Keumalahayati.
Sejak peristiwa itu, nama Laksamana Malahayati semain tersohor di seantro nusantara bahkan hingga ke Eropa. Atas keberanian hingga dikenal sebagai Laksamana Malahayati, nusantara mengabadikan namanya dalam salah satu nama kapal perang Republik Indonesia, KRI Malahayati.
Disadur dari Harian Republika edisi 15 Januari 2015.