Penjelasan Ilmiah Soal Fenomena Laut Terbelah di Suramadu
OCEANIA.ID -- Seperti halnya yang terjadi di dunia luar angkasa, lautan juga mempunyai fenomena yang menakjubkan. Salah satu fenomena laut yang pernah terjadi di Indonesia adalah laut terbelah di Suramadu, Madura, Jawa Timur.
Kok bisa terjadi begitu? Mari kita bahas secara ilmiah.
Mungkin Suramadu bukanlah nama asing bagi sebagian besar dari kita. Bagi yang belum tahu Suramadu, Suramadu adalah nama sebuah jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa di Surabaya dengan Pulau Madura tepatnya di Bangkalan. Jembatan ini melintasi Selat Madura dan menjadi salah satu jembatan terpanjang di Indonesia.
Pada 19 Maret 2019 lalu, sebuah video viral di media sosial. Video yang direkam dari Jembatan Suramadu memperlihatkan laut di bawah jembatan tampak seperti terbelah. Ada yang mengatakan fenomena tersebut biasanya hanya terjadi di pesisir pantai atau sekitar pilar jembatan di sisi Bangkalan dan terjadi dalam waktu singkat.
Namun, kali itu berbeda dan terjadi melalui laut di bawah jembatan. Fenomena unik ini menunjukkan warna air berbeda antara hitam dan hampir keruh, sedangkan di sisi lain tidak. Sehingga tampak seperti terbelah.
Pakar Oseanografi IPB sekaligus anggota Ilmuwan Muda Indonesia (ILMI), Alan Koropitan mengatakan, fenomena yang terjadi di Suramadu dikenal dengan istilah plume. Plume sendiri normalnya terjadi ketika curah hujan cukup banyak dan debit air semakin meningkat.
Menurut Alan, fenomena tersebut disebabkan karena gumpalan air tersebut memiliki kepadatan yang berbeda-beda dan mungkin karena volume curah hujan yang tinggi sehingga debit air meningkat dan membawa gumpalan sedimen sungai ke laut. Kata dia, plume itu seperti pola yang terbentuk di permukaan air sehingga warnanya tampak kontras.
Fenomena laut terbelah juga dijelaskan oleh peneliti gempa dan kelautan dari Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI), Nugroho Dwi Hananto. Ia mengatakan bahwa fenomena tersebut menarik. Menurut Nugroho, fenomena itu terjadi karena adanya dua massa jenis air yang tidak tercampur. Air yang mengandung salinitas tinggi terkadang sulit tercampur sempurna.
Selain itu, Nugroho juga menjelaskan fenomena tersebut bisa terjadi karena bertemunya air laut dan air tawar namun tidak tercampur sempurna. Menurut dia, fenomena ini biasa terjadi pada peralihan musim hujan ke musim kemarau.
Sementara itu, Lembaga Pembangunan Surabaya Madura (BPWS) menjelaskan bahwa fenomena tersebut dikenal dengan nama Halocline. Dan berdasarkan video yang disebarkan kepada masyarakat, haloklin tersebut memiliki panjang 60 kilometer.
Humas BPWS, Faisal Yasir Arifin menjelaskan, fenomena tersebut sudah sering terjadi namun kali ini Halocline cukup panjang bahkan sampai di Sampang. Menurut Faisal, Halocline mempengaruhi perbedaan warna atau gradasi warna akibat kepadatan air baik di barat maupun timur hingga 60 kilometer.
Faisal juga menjelaskan, perbedaan warna atau gradasi ini merupakan dampak dari perbedaan salinitas air, perbedaan densitas, kendala, kekeruhan air sehingga terbentuk gradasi pada dua aliran air berbeda di bawah Jembatan Suramadu. Tak hanya di Suramadu, juga terjadi di Selat Sunda dan Selat Gibraltar.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari fenomena ini. Gradasi warna pada laut yang dikenal dengan nama Halocline tidak mempengaruhi apapun. Dan tidak ada korelasinya dengan suasana cuaca. Hal ini disebabkan karena kepadatan air yang menciptakan gradasi warna.
Tidak Semua Orang Bisa Melihat
Fenomena laut yang menyerupai laut terbelah menarik banyak orang untuk datang dan mengabadikan momen tersebut saat melintasi jembatan Suramadu. Dari jembatan tersebut perbedaan warna dari dua kepadatan air yang berbeda dapat terlihat dengan jelas. Namun, tidak semua orang bisa melihat fenomena alam unik tersebut.
Nelayan yang melintas di kawasan itu tidak bisa melihat perbedaan air dengan jelas. Meski fenomena tersebut terjadi setiap hari, namun beberapa nelayan yang melewati haloklin tersebut mengaku banyak menemukan buih di sepanjang sisi jembatan seperti yang terlihat dalam video.