Home > Sejarah

Bukan James Cook, Pelaut Makassar dengan Damai Sambangi Australia

Nelayan Bugis sudah berlabuh di pantai Australia jauh sebelum penjajah dari Eropa datang.

OCEANIA -- Perkembangan Islam di Australia ternyata tak lepas dari kontribusi umat Islam di Nusantara. Sejarah mencatat, nelayan Muslim dari Nusantara, khususnya Bugis, diperkirakan pertama kali berlabuh di pantai Australia pada abad ke-17.

Sejarah itu terekam dalam lukisan pada dinding batu yang dibuat penduduk asli Australia. Lukisan tersebut menggambarkan sejumlah kapal dari Makassar berlayar di per air an Pantai Arnhem Land di wilayah utara Benua Australia. Dalam lukisan itu, tergambar kan pula metode penangkapan ikan, perahu-perahu dari Makassar, sejumlah suku dan penduduk asli beserta senjata dan kapal-kapalnya.

Beberapa sejarawan mengatakan, para nelayan Makassar sampai di Australia pada ta hun 1750-an. Namun, berdasarkan penang gal an radiokarbon pada lukisan di dinding gua menunjukkan, lukisan tersebut dibuat se belum tahun 1664 atau awal tahun 1500-an.

Rute pelayaran pelaut Bugis-Makassar ke Australia. (Researchgate)
Rute pelayaran pelaut Bugis-Makassar ke Australia. (Researchgate)

Buku Muslim Melayu Penemu Australia yang ditulis Dr Teuku Chalidin Yacob terbitan MINA Publishing House tahun 2016 menjelaskan, dalam beberapa literatur Australia, Makassar disebut Macassan oleh orang Aborigin. Menurut dia, nelayan Makassar berla buh di pantai Australia sekitar awal abad ke- 15, jauh sebelum bangsa penjajah dari Eropa tiba di Negeri Kanguru.

Sejarawan Australia dari Universitas Griffith, Prof Regina Ganter dalam bukunya Mixed Relations: Asian-Aboriginal Contact in North Australia juga menyatakan, Muslim Melayu datang ke Australia sejak tahun 1650. Mereka membangun industri pengolahan teripang atau timun laut di wilayah utara Australia.

Dalam bukunya, Chalidin mengatakan, keberadaan Muslim Melayu di pantai Australia sebenarnya dalam misi perdagangan internasional. Mereka mencari teripang di perairan utara Australia, kemudian hasilnya dijual ke Cina Selatan. Teripang biasanya digunakan untuk bahan dasar obat-obatan dan makanan. Namun, orang-orang Makassar di Australia tidak hanya mengambil teripang untuk di jual. Mereka juga mengenalkan sejumlah barang yang tergolong baru kepada masyarakat Aborigin, penghuni asli daratan Australia.

Para pelaut Bugis/Makassar berlayar menuju perairan utara Australia setiap bulan Desember. Mereka berlabuh di sekitar pantai dan mendirikan tenda. Kemudian, mereka men cari dan mengeringkan teripang. Para pelaut Muslim itu dibantu orang-orang Abo rigin melakukan proses penangkapan teri pang. Mereka juga membeli teripang dari orang-orang Aborigin.

Jenis perahu yang dipakai pelut Sulawesi ke Australia. (Wikimedia Commons).
Jenis perahu yang dipakai pelut Sulawesi ke Australia. (Wikimedia Commons).

Informasi serupa juga disampaikan dalam situs Boundless Plains: The Australian Muslim Connection. Disebutkan, para nelayan Mus lim Makassar berlayar menggunakan pe rahu di sepanjang pantai utara dan barat laut Australia untuk mencari teripang. Perahu yang mereka gunakan sejenis kapal layar de ngan layar berbentuk segi tiga.

Perkenalkan budaya dan agama

Di wilayah Arnhem Land, para pelaut dan pedagang Muslim dari Makassar itu memperkenalkan sejumlah kata, seperti kata rupiah yang artinya uang. Interaksi lintas budaya tersebut berlangsung selama lebih dari tiga abad. Periode itu menjadi awal pertemuan penduduk asli Australia dengan para pelaut Muslim dari Makassar yang membawa budaya, tradisi, dan agama. Menurut sejarawan Australia, Peter G Spillet, pada periode itu terjadi kontak budaya antara Muslim Makassar dan Aborigin.

Peter juga berhasil mengumpulkan 250 suku kata Bugis-Makassar dan Melayu dalam perbendaharaan kata orang-orang Aborigin di masa kini. Ia pun berhasil menemui bebe ra pa keturunan Bugis-Makassar yang pernah menjelajah Australia, sebagian di antaranya diduga masih mewarisi darah Aborigin. Di be berapa daerah Australia Utara juga masih dijumpai nama-nama Makassar, seperti Kayu Jawa di Pantai Kimberley dan Teluk Mangko di Teluk North West.

Pada 24 Juni 2014, BBC memublikasikan berita tentang kedatangan Islam ke Australia. Antropolog John Bradley dari Universitas Monash, Melbourne mengatakan, hubungan perdagangan dengan Muslim Makassar meru pakan hubungan internasional yang pertama bagi orang-orang Aborigin. "Mereka (orang Aborigin dan Muslim Makassar) berdagang bersama secara adil, tidak ada penilaian rasial, tidak ada kebijakan rasial," kata Bradley seperti dilansir BBC.

Menurut Bradley, apa yang dilakukan pelaut Muslim dari Makassar sangat berbeda dengan Inggris. Inggris mendirikan negara Terra Nullius atau negara di tanah yang tidak dimiliki siapapun. Inggris menjajah negara tersebut tanpa persetujuan atau tanpa mengakui hak-hak masyarakat yang ada di tanah itu.

Sebaliknya, beberapa pedagang Muslim dari Makassar hidup dan menikahi wanita Aborigin di Australia. Mereka meninggalkan warisan agama dan budaya. Bahkan, keper ca yaan masyarakat Islam memengaruhi mitologi Aborigin. "Jika pergi ke timur laut Arnhem Land ada jejak Islam dalam lagu, lukisan, tarian, ritual pemakaman, dengan analisis linguistik, Anda bisa mendengar lagu-lagu pujian kepada Tuhan atau doa-doa tertentu kepada Tuhan," kata Bradley.

Bradley mencontohkan sosok bernama Walitha'walitha yang disembah oleh klan Yolngu di Pulau Elcho di lepas pantai utara Arnhem Land. Menurut dia, nama tersebut berasal dari frasa Arab, yakni Allah Ta'ala. Namun, perdagangan teripang antara orang Makassar dan Aborigin berakhir pada tahun 1906. Perdagangan tersebut berhenti akibat pajak yang tinggi dan kebijakan pemerintah yang membatasi perdagangan nonkulit putih.

Lebih dari seabad kemudian, sejarah kebersamaan masyarakat Aborigin dan Makassar masih dirayakan oleh komunitas Abo rigin di Australia Utara. Tujuannya untuk sa ling mempercayai dan menghormati.

Sebelumnya, pada tahun 1788, Kapten James Cook dari Inggris mendarat di pantai timur Benua Australia, sekarang Sydney. Ia pun mengklaim, wilayah itu sebagai wilayah Inggris. Kemudian, rombongan-rombongan dari Inggris terus berdatangan untuk mencari tempat tinggal baru di Australia. Sedikit demi sedikit, Australia pun dikuasai orang kulit putih, khususnya dari Kerajaan Inggris Raya.

Disadur dari Harian Republika

× Image